Kamis, 29 Agustus 2013

Indera MX-3 AH

Indonesia juga mampu bikin Radar
Saat ini, di Indonesia terdapat beberapa perusahaan yang melakukan penellitian Radar dan bahkan sudah menghasilkan produk Radar sendiri. Diantara beberapa perusahaan yang ada, salah satunya adalah Solusi 247  yang menghasilkan Radar Indera MX-3 AH.

Indera MX-3 AH merupakan Radar Laut LPI (Low Probability of Intercept) yang beroperasi pada frekuensi X-Band . Radar ini mempunyai fitur Solid State FMCW (Frequency-Modulated Continuous-Wave). Radar Indera MX-3AH menggunakan daya transmit yang sangat kecil dan mempunyai fitur frequency agility (pengacakan frekuensi) yang membuat Radar ini susah dideteksi keberadaannya oleh Radar lain. Radar ini menerapkan teknologi hardware dan signal processing yang tinggi sehingga mempunyai kemampuan yang lebih unggul.

Pada deteksi target permukaan,  Indera MX-3 AH dilengkapi dengan software tracking MATA® (Maritime Tracking Aid) yang termassuk ARPA functionality, AIC, ECDIS, GPS, dan compass, sehingga memungkinkan Indera MX-3 AH mempunyai fungsi yang lengkap pada sistem navigasi on-board.  Berikut merupakan spesifikasi dari Indera MX-3 AH:


Diktup dari: www.solusi247.com



Radar Sekunder (Secondary Surveillance Radar)

Radar sekunder

Pada radar sekunder set pesawat harus memiliki transponder dan transponder ini merespon interrogasi dari Radar dengan mengirimkan sinyal balasan kode.
Tanggapan ini dapat berisi lebih banyak informasi , dari unit radar primer dapat memperoleh ( Misalnya ketinggian , kode identifikasi atau juga masalah teknis di pesawat seperti kehilangan kontak radio) .



Prinsip operasi

Pada interrogator di ground station mentransmisikan kode pulsa dengan modus yang berbeda . Setiap modus merupakan pertanyaan yang berbeda . Untuk Radar sekunder konvensional ( bukan mode-S ) menggunakan pertanyaan yang sangat sederhana . Jika controller ingin mengetahui identitas pesawat "Siapakah kamu?", Radar ini dapat memberikan posisi pesawat dengan dua dimensi, tetapi ATC (Air Traffic Control) sangat kompleks sehingga diperlukan proses 3 dimensi , sehingga menggunakan pertanyaan "Berapakah tinggimu? " untuk melengkapi informasi posisi . Pertanyaan-pertanyaan yang berbeda menentukan mode operasi . Para pesawat transponder melakukan balasan dengan kode.
Mode yang dipilih dikodekan dalam Coder tersebut, dengan modus yang berbeda, pertanyaan yang berbeda dapat didefinisikan untuk pesawat. Pemancar memodulasi impuls kode dengan frekuensi RF. Karena frekuensi yang digunakan berbeda antara interrogation path dan reply path dari pesawat, maka duplekser mahal dapat ditinggalkan. Antena ini biasanya dipasang pada antena unit radar primer dan disinkronkan ke monitor.
Sebuah antena penerima dan transponder berada di pesawat . Penerima menguatkan dan melakukan
demodulasi impuls interogasi . Decoder menerjemahkan pertanyaan sesuai dengan informasi yang diinginkan dan menginduksi coder untuk mempersiapkan jawaban yang cocok. Coder bertugas mengkodekan jawabannya. Pemancar menguatkan impuls replay dan memodulasi ini dengan RF pada frekuensi reply. Sekali lagi dalam interogator di ground station Radar : Penerima menguatkan dan demodulasi impuls replay. Jamming dan interferensi sinyal disaring sebaik-baiknya pada taha  ini. Dari informasi "Mode" dan "Kode", decoder menerjemahkan jawabannya. Tampilan pada radar primer merupakan informasi tambahan interogator . Untuk melengkapi, informasi tambahan dapat ditampilkan pada layar tambahan.

Dikutip dari: Radar Tutorial Book 2 (radartutorial.eu)
Penulis : Christian Wolff

Selasa, 27 Agustus 2013

Sejarah Perkembangan Teknologi Radar

Sejarah Perkembangan Teknologi Radar

Seseorang dapat mengatakan bahwa penemuan dan pengembangan teknologi radar adalah miliknya/penemuan sendiri. Orang tersebut harus melihat pengetahuan tentang "Radar" yang berasal dari akumulasi banyak perkembangan dan perbaikan, di mana setiap ilmuwan dari beberapa negara mengambil bagian secara paralel. Di masa lalu, ada beberapa tonggak, dengan ditemukannya pengetahuan dasar yang penting dan penemuan penting, diantaranya:
1865 Fisikawan Skotlandia, James Clerk Maxwell menyajikan Theory of Bidang elektromagnetik (deskripsi dari gelombang elektromagnetik dan propagasi GEM). Dia menunjukkan bahwa medan listrik dan magnetik perjalanan melalui ruang dalam bentuk gelombang, dan pada kecepatan konstan cahaya.
1886 Fisikawan Jerman Heinrich Rudolf Hertz menemukan gelombang elektromagnetik, yang juga menunjukkan teori Maxwell.
1897 Seorang berkebangsaan Italia bernama Guglielmo Marconi mencapai transmisi jarak jauh pertama gelombang elektromagnetik. Dalam percobaan pertama ia menggunakan kawat ke tiang kayu. Dalam Italia tiang tenda dikenal sebagai antena l'centrale, dan kutub dengan kawat di samping itu digunakan sebagai udara itu hanya disebut l'antena. Hari Marconi dikenal sebagai pelopor radio komunikasi.
1904 Insinyur Jerman, Christian Hülsmeyer menciptakan "telemobiloscope" untuk pemantauan lalu lintas di atas air di visibilitas miskin. Ini adalah tes pertama radar praktis. Hülsmeyer menerapkan penemuan permohonan paten di Jerman, Perancis dan Inggris.
1921 Penemuan Magnetron sebagai tabung transmisi yang efisien oleh fisikawan AS-Amerika Albert Wallace Hull
1922 Amerika listrik insinyur Albert H. Taylor dan Leo C. Young dari Naval Research Laboratory (USA) menemukan kapal kayu untuk pertama kalinya.
1930 Lawrence A. Hyland (juga dari Naval Research Laboratory), menempatkan pesawat untuk pertama kalinya.
1931 Sebuah kapal yang dilengkapi dengan radar. Sebagai antena yang digunakan piring parabola dengan radiator horn/tanduk.
1936 Perkembangan klystron oleh teknisi George F. Metcalf dan William C. Hahn, baik General Electric. Ini akan menjadi komponen penting dalam satuan radar sebagai penguat atau tabung osilator.
1939 Dua insinyur dari universitas di Birmingham, John Turton Randall und Henry Albert Howard Boot membangun sebuah radar kecil tapi kuat menggunakan multicavity-Magnetron. The B-17 pesawat yang dilengkapi dengan radar ini. Sekarang mereka bisa menemukan dan dengan demikian memerangi kapal selam Jerman di malam hari dan dalam kabut.
1940 peralatan radar yang berbeda dikembangkan di Amerika Serikat, Rusia, Jerman, Perancis dan Jepang.
Didorong oleh peristiwa perang umum dan pembangunan Angkatan Udara ke cabang utama layanan, teknologi radar mengalami dorongan pembangunan yang kuat selama Perang Dunia II, dan set radar digunakan selama "Perang Dingin" dalam jumlah besar sepanjang batin Jerman perbatasan.

Dikutip dari: Radartutorial.eu



Keberhasilan memenangkan perang di masa depan tidak hanya ditentukan oleh kuantitas personil angkatan bersenjata dan instrumentasi militer yang dimiliki, tetapi juga kemampuan mengadopsi perkembangan teknologi militer modern.
“Salah satu inovasi militer modern terkini adalah teknologi siluman (stealth) yang dapat diadopsi Indonesia dalam kerangka peningkatan teknologi militernya dan mengantisipasi gangguan keamanan wilayah perbatasan,” jelas Staf Pengajar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si. dalam siaran pers IPB, Sabtu (13/4).

Teknologi siluman berprinsip penyerapan gelombang radar oleh suatu material. Penelitian tentang material penyerap gelombang elektromagnetik (radar absorbant material) telah dimulai sejak tahun 1930, akan tetapi paten yang muncul baru pada tahun 1971, yaitu berupa radar absorbtive coating. Bahan penyerap ini menggunakan karbon hitam dan titanium oksida.

Aplikasi teknologi siluman dapat dikembangkan dengan dua cara, yang pertama dengan membuat struktur peralatan militer yang mampu memantulkan gelombang radar ke arah lain, namun pengembangan cara ini membutuhkan anggaran besar.

Cara kedua, dengan melapisi permukaan kapal dengan suatu material yang mampu menyerap gelombang radar, yaitu material penyerap gelombang radar (radar absorbing material).

Berdasarkan kondisi inilah, Staf Pengajar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si bersama rekannya Dr.Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si. dan mahasiswanya Esa Ghanim Fadhallah menemukan inovasi material baru yang bisa dijadikan bahan baku teknologi penyerap gelombang radar peralatan militer.

“Beberapa material anorganik telah dikembangkan sebagai material penyerap gelombang radar, diantaranya bahan berbasis besi (serat besi polikristalin dan besi karbonil), berbasis karbon, dan keramik,” lanjut Bambang.

Kecenderungan material penyerap gelombang radar baru juga mulai mengarah kepada material organik, diantaranya serat kolagen, tetapi terobosan ini belum banyak dikembangkan.
Material organik yang mempunyai sifat dielektrik tinggi telah dikembangkan sebagai material penyerap gelombang radar adalah polianilin.

Menurut Bambang, karakteristik polianilin sebagai material organik penyerap gelombang radar diduga karena muatan positif berupa proton dari atom nitrogen yang banyak pada gugus kimianya.

Bambang mangatakan bahwa ada material organik lain yang mempunyai kemiripan sama dengan polianilin, yakni chitosan.
Chitosan merupakan biopolimer yang bersifat polikationik atau memiliki banyak muatan positif dari gugus nitrogennya. Sifat polikationik ini cenderung menggolongkan chitosan kepada bahan dielektrik.

“Bahan dengan sifat dielektrik yang tinggi akan mampu menyimpan gelombang yang terserap dalam jumlah besar,” papar Bambang. Chitosan bisa diperoleh dari cangkang udang, kerang, tulang ikan, dan produk-produk perikanan lain.

Penelitian Bambang dan timnya berawal dari keinginantahuan terhadap sifat mekanik chitosan. Struktur kimia chitosan terdiri dari gugus amin dan karbosil.
Gugus karbosil ini oleh Bambang dan tim dilarutkan dalam larutan asam lemah (asam cuka) dan menghasilkan asam asetil serta ion COOH-. Selanjutnya dicampur dengan Polivinil Alkohol (PVA) dan diuapkan.

Dari proses ini diperoleh film berbentuk plastik tipis transparan yang merupakan campuran homogen chitosan dengan polivinil alkohol.
“Film ini bisa dipergunakan untuk berbagai keperluan. Kami lalu mengujinya dengan menembakkan gelombang mikro pada lapisan film. Ternyata gelombang mikro tersebut diserap oleh film tersebut,” kata Bambang. 
Dikutip dari: Bisnis.com
Foto ilustrasi: Wikipedia

Panglima Pangkalan Udara Khatamul Anbiya, Brigjen Farzad Esmaili, menyatakan, Iran akan segera memasang sistem radar baru yang diproduksi di dalam negeri.

"Sistem radar baru yang diberi nama Thamen itu sepenuhnya karya para pakar dalam negeri dan akan bergabung dalam barisan pertahanan udara Republik Islam dalam 10 hari mendatang," ujar Brigjen Esmaili seperti dikutip IRNA.

Pada tahap pertama, sistem radar itu akan ditempatkan hanya di satu area akan tetapi seara bertahap juga akan dipasang ke berbagai wilayah. Brigjen Esmaili juga menegaskakan bahwa pangkalan militer di seluruh wilayah Iran telah meningkatkan pemasangan sistem informasi produksi lokal, yang menurutnya 'unik' di kawasan Timur Tengah.

Guna meningkatkan kemampuan pertahanan udaranya, militer Iran menggelar manuver militer defensif besar bersandi Tharallah di wilayah selatan negara ini pada bulan Februari lalu, dengan mengerahkan stasiun radar dan radar mobil produksi dalam negeri Kashef dan sistem radar Matla' al-Fajr.

Selain Kashef  dan sistem radar Matla' al-Fajr, sistem radar pengintai Kasta dan sistem radar mobil Nebo juga dikerahkan untuk mendeteksi, mengidentifikasi dan melaporkan gerakan musuh kepada unit-unit operasional.

Iran menegaskan bahwa latihan militer tersebut bersifat defensif dan mengandung pesan perdamaian dan persahabatan untuk negara-negara sahabat dan regional. Selain itu, Republik Islam juga mengundang negara-negara regional untuk terlibat dalam program manuver maritim bersama dengan pasukan Iran.

Dikutip dari: Republika Online