Keberhasilan memenangkan perang di masa depan tidak hanya ditentukan oleh kuantitas personil angkatan bersenjata dan instrumentasi militer yang dimiliki, tetapi juga kemampuan mengadopsi perkembangan teknologi militer modern.
“Salah satu inovasi militer modern terkini adalah teknologi siluman (stealth) yang dapat diadopsi Indonesia dalam kerangka peningkatan teknologi militernya dan mengantisipasi gangguan keamanan wilayah perbatasan,” jelas Staf Pengajar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si. dalam siaran pers IPB, Sabtu (13/4).
Teknologi siluman berprinsip penyerapan gelombang radar oleh suatu material. Penelitian tentang material penyerap gelombang elektromagnetik (radar absorbant material) telah dimulai sejak tahun 1930, akan tetapi paten yang muncul baru pada tahun 1971, yaitu berupa radar absorbtive coating. Bahan penyerap ini menggunakan karbon hitam dan titanium oksida.
Aplikasi teknologi siluman dapat dikembangkan dengan dua cara, yang pertama dengan membuat struktur peralatan militer yang mampu memantulkan gelombang radar ke arah lain, namun pengembangan cara ini membutuhkan anggaran besar.
Cara kedua, dengan melapisi permukaan kapal dengan suatu material yang mampu menyerap gelombang radar, yaitu material penyerap gelombang radar (radar absorbing material).
Berdasarkan kondisi inilah, Staf Pengajar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si bersama rekannya Dr.Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si. dan mahasiswanya Esa Ghanim Fadhallah menemukan inovasi material baru yang bisa dijadikan bahan baku teknologi penyerap gelombang radar peralatan militer.
“Beberapa material anorganik telah dikembangkan sebagai material penyerap gelombang radar, diantaranya bahan berbasis besi (serat besi polikristalin dan besi karbonil), berbasis karbon, dan keramik,” lanjut Bambang.
Kecenderungan material penyerap gelombang radar baru juga mulai mengarah kepada material organik, diantaranya serat kolagen, tetapi terobosan ini belum banyak dikembangkan.
Teknologi siluman berprinsip penyerapan gelombang radar oleh suatu material. Penelitian tentang material penyerap gelombang elektromagnetik (radar absorbant material) telah dimulai sejak tahun 1930, akan tetapi paten yang muncul baru pada tahun 1971, yaitu berupa radar absorbtive coating. Bahan penyerap ini menggunakan karbon hitam dan titanium oksida.
Aplikasi teknologi siluman dapat dikembangkan dengan dua cara, yang pertama dengan membuat struktur peralatan militer yang mampu memantulkan gelombang radar ke arah lain, namun pengembangan cara ini membutuhkan anggaran besar.
Cara kedua, dengan melapisi permukaan kapal dengan suatu material yang mampu menyerap gelombang radar, yaitu material penyerap gelombang radar (radar absorbing material).
Berdasarkan kondisi inilah, Staf Pengajar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si bersama rekannya Dr.Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si. dan mahasiswanya Esa Ghanim Fadhallah menemukan inovasi material baru yang bisa dijadikan bahan baku teknologi penyerap gelombang radar peralatan militer.
“Beberapa material anorganik telah dikembangkan sebagai material penyerap gelombang radar, diantaranya bahan berbasis besi (serat besi polikristalin dan besi karbonil), berbasis karbon, dan keramik,” lanjut Bambang.
Kecenderungan material penyerap gelombang radar baru juga mulai mengarah kepada material organik, diantaranya serat kolagen, tetapi terobosan ini belum banyak dikembangkan.
Material organik yang mempunyai sifat dielektrik tinggi telah dikembangkan sebagai material penyerap gelombang radar adalah polianilin.
Menurut Bambang, karakteristik polianilin sebagai material organik penyerap gelombang radar diduga karena muatan positif berupa proton dari atom nitrogen yang banyak pada gugus kimianya.
Bambang mangatakan bahwa ada material organik lain yang mempunyai kemiripan sama dengan polianilin, yakni chitosan.
Menurut Bambang, karakteristik polianilin sebagai material organik penyerap gelombang radar diduga karena muatan positif berupa proton dari atom nitrogen yang banyak pada gugus kimianya.
Bambang mangatakan bahwa ada material organik lain yang mempunyai kemiripan sama dengan polianilin, yakni chitosan.
Chitosan merupakan biopolimer yang bersifat polikationik atau memiliki banyak muatan positif dari gugus nitrogennya. Sifat polikationik ini cenderung menggolongkan chitosan kepada bahan dielektrik.
“Bahan dengan sifat dielektrik yang tinggi akan mampu menyimpan gelombang yang terserap dalam jumlah besar,” papar Bambang. Chitosan bisa diperoleh dari cangkang udang, kerang, tulang ikan, dan produk-produk perikanan lain.
Penelitian Bambang dan timnya berawal dari keinginantahuan terhadap sifat mekanik chitosan. Struktur kimia chitosan terdiri dari gugus amin dan karbosil.
“Bahan dengan sifat dielektrik yang tinggi akan mampu menyimpan gelombang yang terserap dalam jumlah besar,” papar Bambang. Chitosan bisa diperoleh dari cangkang udang, kerang, tulang ikan, dan produk-produk perikanan lain.
Penelitian Bambang dan timnya berawal dari keinginantahuan terhadap sifat mekanik chitosan. Struktur kimia chitosan terdiri dari gugus amin dan karbosil.
Gugus karbosil ini oleh Bambang dan tim dilarutkan dalam larutan asam lemah (asam cuka) dan menghasilkan asam asetil serta ion COOH-. Selanjutnya dicampur dengan Polivinil Alkohol (PVA) dan diuapkan.
Dari proses ini diperoleh film berbentuk plastik tipis transparan yang merupakan campuran homogen chitosan dengan polivinil alkohol.
Dari proses ini diperoleh film berbentuk plastik tipis transparan yang merupakan campuran homogen chitosan dengan polivinil alkohol.
“Film ini bisa dipergunakan untuk berbagai keperluan. Kami lalu mengujinya dengan menembakkan gelombang mikro pada lapisan film. Ternyata gelombang mikro tersebut diserap oleh film tersebut,” kata Bambang.
Dikutip dari: Bisnis.com
Foto ilustrasi: Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar